Sabtu, 10 November 2012

Seputar Wedung

Di desa Jungsemi
kecamatan Wedung kabupaten
Demak ada tradisi lama yang
masih dilestarikan sampai
sekarang. Tradisi ini berkaitan
dengan memetri desa atau
selamatan seluruh warga desa
dalam rangka menyambut tanam
padi. Tradisi ini disebut “Uler-
Uler” entah bermakna apa namun
diantara makanan yang dijadikan
selamatan tersebut berbentuk
uler-uler yang terbuat tepung
kemudian di tambah parutan
kelapa, Selain ada juga warga
yang membawa nasi dengan
janganan komplit , juga makanan
lainnya.
“ Wah tradisi ini sudah lama
sekali adanya mas , semenjak saya
kecil tradisi ini sudah ada . Oleh
masyarakar tradisi ini dilestarikan
sampai sekarang “, ujar Ahmad
Rizal Kaur Pembangunan desa
Jungsemi pada Warta Demak
Jum’at ( 25/5) .
Dikatakan oleh Ahmad Rizal ,
Tradisi uler-uler ini jatuh pada
hari Jum’at Wage di bulan Rojab
atau bertepatan dengan musim
tanam padi . Adapun lokasinya
adalah di bengkok atau
persawahan desa ( Lurahan )
sehingga pada hari itu seluruh
warga desa datang dengan
membawa bermacam-macam
makanan diantaranya uler-uler.
Setelah seluruh warga desa
berkumpul mulai acara Uler-uler
( Tolak Bala ) dilaksanakan dengan
acara sambutan kepala desa ,
doa’a bersama dipimpin oleh
ulama setelah itu kegiatan makan
bersama.
“ Hampir semua warga datang ke
tempat ini , karena acara ini
merupakan ritual yang ditunggu-
tunggi oleh seluruh warga desa
setahun sekali . Dan untuk tahun
ini dibuat lebih ramai
dibandingkan tahun sebelumnaya
“, tambah Ahmad Rizal.
Sementara itu Kepala Desa
Jungsemi Kusgiyanto mengatakan ,
tradisi “Uler-Uler” atau tolak bala
ini setahun sekali diadakan dalam
rangka melestarikan kebudayaan
atau adat desa. Selain sebagai
perwujudan rasa persatuan dan
kesatuan seluruh warga desa yang
harus terus dipupuk. Dengan do’a
bersama tersebut diharapkan
hasil pertanian di desa Jungsemi
bisa berlimpah atau meningkat
dari tahun yang lalu . Selain itu
beerbagai macam penyakit yang
menyerang tanaman dan juga
warga bisa terhindarkan.
“ Ini merupakan ritual atau tradisi
leluhur atau pendahulu kita ,
karena ini kegiatan positif marilah
kegiatan ini kita lestarikan sampai
anak cucu kita kelak “, tambah
Kusgiyanto.
Kusgiyanto dalam kesempatan itu
juga mengharapkan kepada
warganya , untuk selalu rukun
satu sama lain dalam rangka
membangun desanya , Selain itu
pula mengajak bekerja keras
utamanya memanfaatkan sector
pertanian dengan sebaik-baiknya .
Sehingga hasil pertanian dari
waktu ke waktu diharapkan selalu
meningkat dan imbasnya akan
pula meningkatkan kesejahteraan
warga.
Keramaian tradisi “Uler-Uler”
sangat dirasakan oleh warga desa
Jungsemi , terbukti persawahan
bengkok lurah sangat ramai
dengan datangnya ratusan orang
dari berbagai penjuru desa
dengan membawa baki-baki yang
berisi makanan. Selain orang tua ,
remaja tak ketinggalan anak-
anakpun meramaikan acara ini
( Rz/Muin)

Sumber www.seputarmuria.com



Kamis, 08 November 2012

Warga Bungo Larungan dan kirab budaya

DEMAK-  Menyambut pelaksanaan Ramadan   ratusan warga Desa Bungo Kecamatan Wedung menggelar acara kirab budaya kemarin siang. Kirab dipimpin Kepala Desa Imam Wahyudi yang mengenakan pakaian adat Jawa diiringi warga berpakaian muslim. Pemimpin kirab berjalan di depan disusul arak arakan dua buah gunungan setinggi 1,5 meter. Gunungan itu berupa hasil bumi dan laut yang diarak keliling desa diiringi tetabuhan rebana. ’’Kirab budaya ini merupakan ritual tahunan yang digelar warga desa, sebagai wujud syukur atas nikmat berupa panjang umur yang diberikan Allah Swt. Karena karunia-Nya pula warga masih bisa kembali meyambut bulan suci puasa,’’ terang Kades didampingi Ketua Panitia Hariri. Dengan cara bersyukur yang tak melanggar syariat, diharapkan rezeki masyarakat Desa Bungo akan terus berlimpah.  Tak hanya rezeki kemakmuran, namun juga kesehatan dan panjang umur.   Usai pelaksanaan kirab, dilanjutkan mengunjungi makam Mbah Panji Kusumo yang merupakan pendiri Desa Bungo. Warga berdoa bersama di makam yang tak terlalu jauh dari pemukiman penduduk itu.  Berebut Setelah berdoa di makam yang dikeramatkan penduduk setempat, dua buah gunungan itu lalu diperebutkan warga yang memang sedari awal menunggu untuk bisa membawa pulang.   Mirip tradisi gunungan di Kraton Solo dan Yogyakarta, penduduk setempat mempercayai hasil bumi dan laut yang diperebutkan tersebut membawa barokah.  Mereka senantiasa tak sabar menunggu acara berebut gunungan. (H41-72) (/)

Sumber : www.suaramerdeka.com


Desa Bungo : mengais rupiah dari kerang dan kepiting

Demak – Nelayan desa Bungo kecamatan Wedung kabupaten Demak dikenal sebagai nelayan yang kreatif . Selain ikan mereka memaksimalkan hasil laut lainnya untuk mencukupi kebutuhan harian untuk keluarganya, seperti kerang , kepiting rajungan, tiram , dan seriping. Oleh karena itu desa Bungo merupakan salah satu desa pemasok hasil laut untuk pasar-pasar tradisional di Demak dan sekitarnya dan juga warung-warung angkringan yang menjual masakan hasil laut atau sea food. Jika siang tiba saatnya para nelayan pulang para pengepul hasil laut mulai bekerja membeli hasil laut dari para nelayan, ditempat yang sama juga menunggu para pembeli para pemilik warung dan juga bakul pasar tradisional. “ Jika siang tiba saya sudah stand bya disini untuk mengambil dagangan dari ibu Siti ini , saya langganan dengan ibu ini sudah lebih 15 tahun. Setelah sampai dirumah kerang, kepiting, tiram saya masak kemudian saya jualan di komplek Jepara Shoping Centre . Alhamdulillah hasilnya lumayan bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari “, ujar Sutriman (55) Pedagang Sea Food yang asli desa Pecangaan Kulon Jepara pada wartawan yang menemuinya. Sutriman yang membuka lapaknya di Jepara Shoping Centre mengatakan , berjualan masakan dari hasil laut tidak ada ruginya karena dari waktu ke waktu konsumen selalu bertambah . Selain itu pasokan hasil laut dari desa Bungo ini selalu ada meski kadang barang sedikit ,namun setiap hari bisa berjualan . Penggemar sea Food ini beragam dari kalangan bawah , menengah sampai atas suka masakan hasil laut ini . Dia dilapaknya menjual kerang rebus, kerang goreng, Rajungan  dan juga kepiting. Yang paling mahal adalah masakan kepiting bertelor , karena selain rasanya yang lezat juga bergizi tinggi. “ Ya jika hanya beli kerang rebus aja ya Rp 10.000 sudah puasmenikmatinya , namun jika merasakan kepiting rebus yang bertelor satu ekornya bisa nyampe Rp 20 ribu – 25 ribu “, tambah pak Sutriman . Sementara ibu Siti yang membuka lapaknya di jalan dekat Jembatan besar Bungo mengatakan , hasil laut selain ikan  seperti kerang, tiram , seriping dan juga rajungan dari desa Bungo ini selain dipasarkan di pasar sekitar Demak ada juga yang dibawa pengepul ke Semarang dan juga kota besar lainnya . Biasanya yang dibawa ke luar kota kebanyakan dalam kondisi matang atau setengah matang . Mereka membeli dari nelayan dalam bentuk segar kemudian direbus dan selanjutnya diambil isinya saja oleh para pekerja oncek yang terdiri dari ibu-ibu. Setelah terkumpul banyak , kemudian dimasukkan dalam box-box yang diberi pendingin untuk dikirim ke luar kota. Ibu Siti mengaku sudah pengepul kerang hampir dua puluh tahun , sehingga sudah berpengalaman dalam jual beli kerang, tiram ,seriping , rajungan dan hasil hasil laut lainnya. Setiap harinya ia mangkal diklapak sederhananya menunggu para nelayan langgannanya yang habis melaut . Setelah kerang ditimbang kemudian dibayar  para nelayanpun pulang ke rumah , selanjutnya kerang tersebut dipilah-pilah menurut besar kecilnya untuk dijual kembali ke para pengusaha warung angkringan yang tersebar di sekitar Demak , Kudus dan Jepara. “ Ya namanya usaha ya ada ramai ada juga sepinya , namun setelah berusaha hampir dua puluh tahun jual beli hasil laut ini tidak ada matinya. Meski hasilnya sedikit ya tetap ada terus “, aku ibu Siti yang warga desa Bungo. Memang desa Bungo di kenal sebagai desa pemasok hasil laut di kawasan Demak dan sekitarnya  oleh karena itu jika pembaca kebetulan singgah ke desa ini bisa membeli hasil laut disini. Selain harganya yang lebih miring jika dibandingkan di pasar juga rasanya lebih lezat karena masih segar kondisinya. (FM)