tag:blogger.com,1999:blog-18625624604001085162024-02-20T10:29:39.238-08:00desa bungo sekilas pandangsekilas tentang desa yg terkenal sebagai penghasil kerangshodiqinhttp://www.blogger.com/profile/08635804540755182052noreply@blogger.comBlogger4125tag:blogger.com,1999:blog-1862562460400108516.post-37573763778818230722013-01-09T22:32:00.001-08:002013-01-09T22:36:30.075-08:00WATU KETEGANG , JEJAK WALI PENYEBAR ISLAM <p><i>WATU</i><i> </i><i>KETEGANG</i><i>-</i> batu peninggalan bersejarah para wali</p>
<p>Bungo...konon sebelum menjadi daratan seperti sekarang, desa ini berbentuk pulau kecil diantara selat Muria dan laut Jawa. sekitar awal abad ke 13 masehi masih sering terjadi rob dan berawa rawa blm banyak penghuninya khususnya di Bungo bagian utara. pd periode itu penyebaran agama Islam oleh para wali yg berpusat pemerintahan di Demak Bintoro berkembang pesat ke seluruh wilayah jawa khususnya bagian jawa utara atau daerah pesisir. Bungo merupakan daerah pesisir kala itu dan sangat mungkin disinggahi oleh para Musafir dan pendakwah Islam. menurut cerita....Syeh Malaya atau Kanjeng Sunan Kalijaga melakukan perjalanan dan pengembaraan ke Selat Muria Laut utara Jawa, di suatu tempat yaitu perbatasan desa Bungo da Mutih sekarang beliau hendak menunaikan sholat, saat itu Laut Jawa masih menghampar sampai tepi batas desa Bungo Utara, berdasarkan syariat Islam sebelum sholat diawali dg wudlu utk menghilangkan hadats kecil. Nah, Syeh Malaya segera mengambil air wudlu dari tepi laut tersebut dengan menggunakan alas Batu(Bancikan Watu). Batu tempat pijakannya itu sampai sekarang masih ada di sana, oleh masyarakat batu tersebut dinamakan WATU KETEGANG karena berada di ketegang batas wilayah desa Bungo dengan Mutih. </p>
<p>Bukan bermaksud mengkultuskan benda atau berbuat syirik, batu tersebut adalah salah satu bukti sejarah bahwa agama Islam sudah masuk diwilayah Laut utara jawa khususnya di Desa Bungo, oleh sebab itu hendaknya menjadi tugas kita untuk menjaga melindungi benda benda bersejarah untuk dapat dijadikan pelajaran dan diambil hikmahnya.</p>
<p>Terlepas benat tidaknya sejarah itu memang masih membutuhkan kajian dan penelitian secara komprehensif.</p>
<p>10 Januari 2013-Shodiqin<br>
pemerhati sejarah Bungo </p>
<div class='separator' style='clear: both; text-align: center;'> <a href='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqM_i-q2VMSf2gCkbTv_8aTdcfRT9IWkdXMjo6D4DiHuig6huwYDcqykKagVPkzcRlcAr-THujWcVXEoTpeYk-ApCqMAJVHnnY7J5qwrawTcfeg3QU-wODfluaUx2Ius25LGbOlCgnY5Fk/s1600/17052011%25252528008%25252529.jpg' imageanchor='1' style='margin-left: 1em; margin-right: 1em;'> <img border='0' src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqM_i-q2VMSf2gCkbTv_8aTdcfRT9IWkdXMjo6D4DiHuig6huwYDcqykKagVPkzcRlcAr-THujWcVXEoTpeYk-ApCqMAJVHnnY7J5qwrawTcfeg3QU-wODfluaUx2Ius25LGbOlCgnY5Fk/s320/17052011%25252528008%25252529.jpg' /> </a> </div>shodiqinhttp://www.blogger.com/profile/08635804540755182052noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1862562460400108516.post-53058169979601000332012-11-10T19:09:00.001-08:002013-01-09T08:38:33.248-08:00Seputar Wedung<div><p>Di desa Jungsemi<br>
kecamatan Wedung kabupaten<br>
Demak ada tradisi lama yang<br>
masih dilestarikan sampai<br>
sekarang. Tradisi ini berkaitan<br>
dengan memetri desa atau<br>
selamatan seluruh warga desa<br>
dalam rangka menyambut tanam<br>
padi. Tradisi ini disebut “Uler-<br>
Uler” entah bermakna apa namun<br>
diantara makanan yang dijadikan<br>
selamatan tersebut berbentuk<br>
uler-uler yang terbuat tepung<br>
kemudian di tambah parutan<br>
kelapa, Selain ada juga warga<br>
yang membawa nasi dengan<br>
janganan komplit , juga makanan<br>
lainnya.<br>
“ Wah tradisi ini sudah lama<br>
sekali adanya mas , semenjak saya<br>
kecil tradisi ini sudah ada . Oleh<br>
masyarakar tradisi ini dilestarikan<br>
sampai sekarang “, ujar Ahmad<br>
Rizal Kaur Pembangunan desa<br>
Jungsemi pada Warta Demak<br>
Jum’at ( 25/5) .<br>
Dikatakan oleh Ahmad Rizal ,<br>
Tradisi uler-uler ini jatuh pada<br>
hari Jum’at Wage di bulan Rojab<br>
atau bertepatan dengan musim<br>
tanam padi . Adapun lokasinya<br>
adalah di bengkok atau<br>
persawahan desa ( Lurahan )<br>
sehingga pada hari itu seluruh<br>
warga desa datang dengan<br>
membawa bermacam-macam<br>
makanan diantaranya uler-uler.<br>
Setelah seluruh warga desa<br>
berkumpul mulai acara Uler-uler<br>
( Tolak Bala ) dilaksanakan dengan<br>
acara sambutan kepala desa ,<br>
doa’a bersama dipimpin oleh<br>
ulama setelah itu kegiatan makan<br>
bersama.<br>
“ Hampir semua warga datang ke<br>
tempat ini , karena acara ini<br>
merupakan ritual yang ditunggu-<br>
tunggi oleh seluruh warga desa<br>
setahun sekali . Dan untuk tahun<br>
ini dibuat lebih ramai<br>
dibandingkan tahun sebelumnaya<br>
“, tambah Ahmad Rizal.<br>
Sementara itu Kepala Desa<br>
Jungsemi Kusgiyanto mengatakan ,<br>
tradisi “Uler-Uler” atau tolak bala<br>
ini setahun sekali diadakan dalam<br>
rangka melestarikan kebudayaan<br>
atau adat desa. Selain sebagai<br>
perwujudan rasa persatuan dan<br>
kesatuan seluruh warga desa yang<br>
harus terus dipupuk. Dengan do’a<br>
bersama tersebut diharapkan<br>
hasil pertanian di desa Jungsemi<br>
bisa berlimpah atau meningkat<br>
dari tahun yang lalu . Selain itu<br>
beerbagai macam penyakit yang<br>
menyerang tanaman dan juga<br>
warga bisa terhindarkan.<br>
“ Ini merupakan ritual atau tradisi<br>
leluhur atau pendahulu kita ,<br>
karena ini kegiatan positif marilah<br>
kegiatan ini kita lestarikan sampai<br>
anak cucu kita kelak “, tambah<br>
Kusgiyanto.<br>
Kusgiyanto dalam kesempatan itu<br>
juga mengharapkan kepada<br>
warganya , untuk selalu rukun<br>
satu sama lain dalam rangka<br>
membangun desanya , Selain itu<br>
pula mengajak bekerja keras<br>
utamanya memanfaatkan sector<br>
pertanian dengan sebaik-baiknya .<br>
Sehingga hasil pertanian dari<br>
waktu ke waktu diharapkan selalu<br>
meningkat dan imbasnya akan<br>
pula meningkatkan kesejahteraan<br>
warga.<br>
Keramaian tradisi “Uler-Uler”<br>
sangat dirasakan oleh warga desa<br>
Jungsemi , terbukti persawahan<br>
bengkok lurah sangat ramai<br>
dengan datangnya ratusan orang<br>
dari berbagai penjuru desa<br>
dengan membawa baki-baki yang<br>
berisi makanan. Selain orang tua ,<br>
remaja tak ketinggalan anak-<br>
anakpun meramaikan acara ini<br>
( Rz/Muin)</p>
<p>Sumber www.seputarmuria.com</p>
<br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIetyaySwqafMdQtNqUfzlR4OL01Vl0EyLUYqlmckOYDWeLXechGTLFCFfmGfuHXQMuNoteOadxXAycpgI-5nn_OwqfasWIPU18_YIAC28kpi5f494LEvgQa8u2-wuj-S-cs38PmmT9CDv/' /><br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkutG3NKx7p4Rea7MkXIz8xgetd9y3O-OEZEGrUXW58DCinSc3KgK9YBOdcnvJurkfZP_3mM5FZKETo2KJJKTN_RObwqxjzd1DPJBCqhiWoESZlXyGH7jTVvA7MScjs3InQ5AvNpYrnDHW/' /></div>shodiqinhttp://www.blogger.com/profile/08635804540755182052noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1862562460400108516.post-67875055408184052902012-11-08T19:00:00.001-08:002013-01-09T08:40:40.910-08:00Warga Bungo Larungan dan kirab budaya<div><p>DEMAK-  Menyambut pelaksanaan Ramadan   ratusan warga Desa Bungo Kecamatan Wedung menggelar acara kirab budaya kemarin siang. Kirab dipimpin Kepala Desa Imam Wahyudi yang mengenakan pakaian adat Jawa diiringi warga berpakaian muslim. Pemimpin kirab berjalan di depan disusul arak arakan dua buah gunungan setinggi 1,5 meter. Gunungan itu berupa hasil bumi dan laut yang diarak keliling desa diiringi tetabuhan rebana. ’’Kirab budaya ini merupakan ritual tahunan yang digelar warga desa, sebagai wujud syukur atas nikmat berupa panjang umur yang diberikan Allah Swt. Karena karunia-Nya pula warga masih bisa kembali meyambut bulan suci puasa,’’ terang Kades didampingi Ketua Panitia Hariri. Dengan cara bersyukur yang tak melanggar syariat, diharapkan rezeki masyarakat Desa Bungo akan terus berlimpah.  Tak hanya rezeki kemakmuran, namun juga kesehatan dan panjang umur.   Usai pelaksanaan kirab, dilanjutkan mengunjungi makam Mbah Panji Kusumo yang merupakan pendiri Desa Bungo. Warga berdoa bersama di makam yang tak terlalu jauh dari pemukiman penduduk itu.  Berebut Setelah berdoa di makam yang dikeramatkan penduduk setempat, dua buah gunungan itu lalu diperebutkan warga yang memang sedari awal menunggu untuk bisa membawa pulang.   Mirip tradisi gunungan di Kraton Solo dan Yogyakarta, penduduk setempat mempercayai hasil bumi dan laut yang diperebutkan tersebut membawa barokah.  Mereka senantiasa tak sabar menunggu acara berebut gunungan. (H41-72) (/) </p>
<p>Sumber : www.suaramerdeka.com</p>
<br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDgp2F39YoNb6rgve8_YuEWYBum4wYGJuvoU9UOr9mp_PO5v8C05_JKO2_RI9Bh0Lc5OqNYTFvCn2jXhhOXs5k_jhx3pyLZwkI5aEU_tjjlv2XyGqc37QwI97TkZ4QY1teF9xMhGsYPknB/' /></div>shodiqinhttp://www.blogger.com/profile/08635804540755182052noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1862562460400108516.post-62346907279857649342012-11-08T17:42:00.001-08:002013-01-09T08:45:25.864-08:00Desa Bungo : mengais rupiah dari kerang dan kepiting <div><p>Demak – Nelayan desa Bungo kecamatan Wedung kabupaten Demak dikenal sebagai nelayan yang kreatif . Selain ikan mereka memaksimalkan hasil laut lainnya untuk mencukupi kebutuhan harian untuk keluarganya, seperti kerang , kepiting rajungan, tiram , dan seriping. Oleh karena itu desa Bungo merupakan salah satu desa pemasok hasil laut untuk pasar-pasar tradisional di Demak dan sekitarnya dan juga warung-warung angkringan yang menjual masakan hasil laut atau sea food. Jika siang tiba saatnya para nelayan pulang para pengepul hasil laut mulai bekerja membeli hasil laut dari para nelayan, ditempat yang sama juga menunggu para pembeli para pemilik warung dan juga bakul pasar tradisional. “ Jika siang tiba saya sudah stand bya disini untuk mengambil dagangan dari ibu Siti ini , saya langganan dengan ibu ini sudah lebih 15 tahun. Setelah sampai dirumah kerang, kepiting, tiram saya masak kemudian saya jualan di komplek Jepara Shoping Centre . Alhamdulillah hasilnya lumayan bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari “, ujar Sutriman (55) Pedagang Sea Food yang asli desa Pecangaan Kulon Jepara pada wartawan yang menemuinya. Sutriman yang membuka lapaknya di Jepara Shoping Centre mengatakan , berjualan masakan dari hasil laut tidak ada ruginya karena dari waktu ke waktu konsumen selalu bertambah . Selain itu pasokan hasil laut dari desa Bungo ini selalu ada meski kadang barang sedikit ,namun setiap hari bisa berjualan . Penggemar sea Food ini beragam dari kalangan bawah , menengah sampai atas suka masakan hasil laut ini . Dia dilapaknya menjual kerang rebus, kerang goreng, Rajungan  dan juga kepiting. Yang paling mahal adalah masakan kepiting bertelor , karena selain rasanya yang lezat juga bergizi tinggi. “ Ya jika hanya beli kerang rebus aja ya Rp 10.000 sudah puasmenikmatinya , namun jika merasakan kepiting rebus yang bertelor satu ekornya bisa nyampe Rp 20 ribu – 25 ribu “, tambah pak Sutriman . Sementara ibu Siti yang membuka lapaknya di jalan dekat Jembatan besar Bungo mengatakan , hasil laut selain ikan  seperti kerang, tiram , seriping dan juga rajungan dari desa Bungo ini selain dipasarkan di pasar sekitar Demak ada juga yang dibawa pengepul ke Semarang dan juga kota besar lainnya . Biasanya yang dibawa ke luar kota kebanyakan dalam kondisi matang atau setengah matang . Mereka membeli dari nelayan dalam bentuk segar kemudian direbus dan selanjutnya diambil isinya saja oleh para pekerja oncek yang terdiri dari ibu-ibu. Setelah terkumpul banyak , kemudian dimasukkan dalam box-box yang diberi pendingin untuk dikirim ke luar kota. Ibu Siti mengaku sudah pengepul kerang hampir dua puluh tahun , sehingga sudah berpengalaman dalam jual beli kerang, tiram ,seriping , rajungan dan hasil hasil laut lainnya. Setiap harinya ia mangkal diklapak sederhananya menunggu para nelayan langgannanya yang habis melaut . Setelah kerang ditimbang kemudian dibayar  para nelayanpun pulang ke rumah , selanjutnya kerang tersebut dipilah-pilah menurut besar kecilnya untuk dijual kembali ke para pengusaha warung angkringan yang tersebar di sekitar Demak , Kudus dan Jepara. “ Ya namanya usaha ya ada ramai ada juga sepinya , namun setelah berusaha hampir dua puluh tahun jual beli hasil laut ini tidak ada matinya. Meski hasilnya sedikit ya tetap ada terus “, aku ibu Siti yang warga desa Bungo. Memang desa Bungo di kenal sebagai desa pemasok hasil laut di kawasan Demak dan sekitarnya  oleh karena itu jika pembaca kebetulan singgah ke desa ini bisa membeli hasil laut disini. Selain harganya yang lebih miring jika dibandingkan di pasar juga rasanya lebih lezat karena masih segar kondisinya. (FM) </p>
<br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMWxI7ioOtRjNyZMGHwBZGR1TP0JX4S3y4MMJ8vJZ3wK5gfgpy78Ui6LFiSUTD00hhuhkvy43HzZzKfRFTcbT8E3ui9LTiCr1lttG2QqWI_F63yqB8ezFryyJsruiI0mUZWVG4hjGEyDQ6/' /><br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK_CG2D7X9efonSkYMWjODTdqzMWNf4bx6d-Q5FbntUS7TiJQ0GdDBTFMWvJWw7mwpZh3GlyAS2zx0F9JcQRM68N-WYY9gP0zGUZYtTxjW60yzVtwmKR4DHHhR2BwfjdxcL-J1UEm6G6j-/' /></div>shodiqinhttp://www.blogger.com/profile/08635804540755182052noreply@blogger.com0